BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Puisi merupakan karya sastra yang memiliki unsur
estetis atau keindahan. Dalam puisi terdapat hal-hal yang menarik atau
pelajaran yang dapat diambil oleh pembaca. Karena puisi merupakan ekspresi
pengarang terhadap keadaan atau pengalaman dan daya imajinasi pengarang
terhadap keadaan. Menurut Jassin (dalam Situmorang, 1980:7) puisi merupakan
penghayatan kehidupan manusia totalitas yang dipantulkan oleh pendapatnya
dengan segala pribadinya, pikirannya, perasaannya, kemauannya, dll. Oleh karena
itu dari puisi seorang pembaca dapat memetik dan mengambil manfaat dan
pengetahuan serta pengaalaman dari pengarang.
Di dalam sebuah puisi terkadang apa yang dipikirkan
pengarang berbeda dengan interpretasi dari pembaca. Memang dalam apresiasi
sastra hal tersebut menjadi sah karena setiap orang atau pembaca memiliki daya
interpretasi sendiri sesuai dengan keadaan dan pengalamannya dalam memahami
sebuah karya sastra.
Untuk dapat memahami sebuah karya sastra diperlukan
pendekatan agar dapat memetik makna yang disampaikan pengarang. Ada beberapa
pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami makna tersebut. Diantaranya
adalah pendekatan strata norma. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai
pendekatan strata norma dan penerapannya dalam menganalisis puisi Di Dalam Dada.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
pengertian pendekatan strata norma?
2. Bagaimana
penerapan pendekatan strata norma dalam menganalisis puisi Di Dalam Dada ?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
pengertian pendekatan strata norma.
2. Mendeskripsikan
penerapan pendekatan strata norma dalam menganalisis puisi Di Dalam Dada.
D.
Manfaat
1. Memberikan
penjelasan pesan makna puisi Di Dalam
Dada bagi pembaca.
2. Sebagai
pijakan awal bagi peneliti lain yang ingin melakukan analisis puisi Di Dalam Dada dengan pendekatan yang
berbeda.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendekatan Strata Norma
Dalam melakukan
analisis terhadap sebuah puisi diperlukan pendekatan. Salah satunya pendekatan
strata norma. Pendekatan strata norma adalah pendekatan terhadap karya sastra
dengan menganalisis dengan berbagai tahap atau lapis. Hal ini dilakukan karena
karya sastra memiliki kekhasan dan kekompleksitasan tersendiri.
Menurut beberapa
pendapat terdapat tiga lapis atau tahap dalam melakukan analisis berdasarkan
strata norma.
1.
Lapis norma pertama
adalah lapis bunyi. Dalam pembacaan puisi akan terdengar serangkaian bunyi yang
dibatasi jeda pendek, agak panjang, dan panjang.
2.
Lapis norma kedua
adalah lapis arti. Bunyi-bunyi yang ada bukanlah bunyi tanpa arti. Bunyi-bunyi
disusun sedemikian rupa menjadi kata, frase, kalimat dan bait yang menimbulkan
makna yang dapat dipahami pembaca.
3.
Lapis norma ketiga
adalah lapis unsur intrinsik dan ekstrinsik puisi. Unsur intrinsik dan
ekstrinsik itu bisa berupa latar, pelaku, lukisan-lukisan, objek yang
dikemukakan, makna implisit, sifat-sifat metafisis, dan dunia pengarang.
B.
Analisis
Puisi Di Dalam Dada dengan
Penddekatan Strata Norma
DI
DALAM DADA
jika
dibelah dadaku
akan
nampak semua yang diangan
ada
gunung ada lembah
ada
pohon di pinggir sawah
jalan
setapak menuju rumah
tapi
ada juga kota lama
dengan
gedung runtuh
dan
langit terbakar merah
ada
juga hutan rimba
tempat
nyawa tersesat
terbayang
di dalam
lengking
rusa yang lari terluka
sudah
berkumandang sebelum sempat bersuara
kalau
alam tak terangkum dalam dada
bagaimana
kata seakan terbit dari tiada
tangan
akan hampa meraih ke udara
1.
Analisis lapis pertama
(bunyi atau sound stratum)
Pembahasan pada
lapis pertama ini hanya ditujukan pada bunyi-bunyi yang bersifat istimewa.
Yaitu bunyi yang dipergunakan untuk mendapatkan efek puitis atau nilai seni.
Diantaranya pada bait kedua terdapat aliterasi h (lembah – sawah – rumah); pada bait keempat baris keempat
terdapat asonansi a (rusa – terluka). Kemudian terdapat juga
pengulangan huruf vokal yang sama pada bait kelima (dada – tiada – udara).
Selain hal di
atas, terdapat pula rima yang digarap dengan mengesankan oleh Subagio
Sastrawardoyo. Pada bait 1 memiliki rima (a b), bait ketiga (a – b – b) dan
bait keempat ( a – b – c – a – a). sedangkan bait kedua dan kelima mempunyai
rima yang sama yaitu (a).
Rima yang berupa
asonansi dan aliterasi pada puisi di
atas berfungsi sebagai lambang rasa yang menambah keindahan puisi yang
mencerminkan perasaan penyair.
2.
Analisis lapis kedua
(arti atau units of meaning)
Pada kegiatan analisis
lapis kedua ini, diberikan makna pada bunyi, suku kata, kata, kelompok kata,
kalimat, bait, dan pada akhirnya makna seluruh puisi. Dalam kegiatan ini akan
dianalisis makna per kalimat, per bait bait dan akhirnya makna seluruh puisi Di Dalam Dadaku.
Bait I jika
dibelah dadaku (maka) akan nampak
semua yang diangan berarti di dalam dada atau jiwa tokoh aku terdapat
banyak hal. Seolah-olah jika dadanya dibelah maka hal-hal yang di dalam dada
tersebut akan tampak.
Bait kedua, ada
gunung ada lembah. Ada pohon di pinggir sawah (dan) jalan setapak menuju rumah, berarti segala sesuatu itu ada yang
tinggi bagaikan gunung dan ada yang rendah bagaikan lembah. Ada pepohonan yang
meneduhkan panas di pinggir sawah yang luas. Kemudian ada jalan setapak menuju
rumah impian.
Bait ketiga tapi
ada juga kota lama dengan gedung runtuh dan (ketika itu) langit terbakar merah, berarti ada sebuah
keadaan dari kota lama yang telah runtuh dan keadaan langit terbakar merah.
Bait keempat, (dan) ada juga hutan rimba (yang mungkin menjadi) tempat nyawa tersesat. (aku) terbayang
di dalam lengking rusa yang lari (karena) terluka. (perasaan itu) sudah
berkumandang sebelum sempat bersuara, berarti bayangan hutan rimba yang
penuh misteri dan tanda tanya. Pengarang terbayang rusa yang lari terluka
karena terkena gangguan maupun ancaman.
Bait kelima, kalau
alam tak terangkum dalam dada bagaimana kata seakan terbit dari tiada (dan) tangan akan hampa meraih ke udara, berarti
jika tak bisa merangkai dan mengambil sesuatu dari alam tidak akan ada kata
yang indah akan keluar dari mulut dan tangan tak akan meraih harapan yang ada
di dalam udara yang luas.
Setelah menganalisis makna tiap bait, kemudian makna
lambang yang diemban bahwa pengarang memiliki banyak angan, harapan dan impian.
Gunung dalam puisi ini mengandung sesuatu yang tinggi, yaitu impian atau
harapan. Tokoh aku ingin mencapai puncak kebahagiaan, mendapatkan lindungan
dalam perjalanan yang luas, serta mendapatkan jalan yang sesuai untuk kembali
kepada Tuhan. Tetapi terhadang oleh bayang-bayang kegagalan masa lalu dan juga
kekhawatiran akan menghadapi masa depan. Tetapi tokoh aku berhasil mengalahkan
perasaan khawatir tersebut karena belajar dari pengalaman yang dialami sehingga
ia menjadi bijak dan meraih impian yang diharapkan.
3.
Analisis lapis ketiga
(objek-objek, latar, pelaku, ‘dunia pengarang’ dan lain-lain)
Lapis arti
menimbulkan lapis ketiga berupa objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku,
‘dunia pengarang’, makna implisit, dan metafisis.
Pada puisi Di Dalam Dadaku objek yang dikemukakan
adalah dadaku, gunung, lembah, pohon, sawah, jalan setapak, rumah, kota lama,
gedung, langit, hutan rimba, rusa, alam, dada, tangan dan udara. Pelaku atau
tokohnya adalah si aku, sedangkan latarnya adalah di gunung dan lembah menuju
jalan ke rumah, kemudian kota lama dengan gedung runtuh, serta hutan rimba
tempat yang menakutkan.
Jika
objek-objek, latar, dan pelaku yang dikemukakan dalam puisi digabungkan, maka
akan menghasilkan dunia pengarang atau isi puisi. Ini merupakan dunia yang
diciptakan penyair di dalam puisinya.
Berdasarkan puisi
Di Dalam Dada kita dapat menuliskan
dunia pengarang sebagai berikut:
Dalam angan
tokoh aku terdapat impian yang tinggi yaitu kebahagiaan dan ketenangan menuju
jalan Tuhan. Tetapi untuk mendapatkannya
ia teringat kegagalan di kota lama. Selain itu itu juga merasa pesimis melewati
hutan rimba, karena takut tersesat dan terkena bahaya seperti rusa yang
terluka. Tetapi ia berbahagia karena dapat melaluinya. Jika ia tidak pandai
mengambil pengalaman dari alam maka tak mungkin menerbitkan kata yang tiada dan
meraih impian di udara.
Ada pula makna
implisit yang tidak dinyatakan dalam puisi ini namun dapat dipahami oleh
pembaca. Yaitu kata ‘hutan rimba’ memberi gambaran bahwa tempat itu begitu
menakutkan.
Dalam puisi iini
terasa perasaan-perasaan si aku : penuh harapan, takut, khawatir, dan lega.
Kecuali itu ada unsur
metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi. Dalam puisi di atas, unsur
metafisis tersebut berupa kekhawatiran hidup manusia, yaitu untuk mencapai
sesuatu yang diinginkan manusia perlu berusaha. Kadang dalam menjalani kehidupan
manusia mengalami rasa khawatir karena takut jika usaha yang dilakukannya
berakhir dengan kegagalan. Tetapi jika manusia mau berusaha, dan mengambil
pelajaran dari kegagalan manusia bisa menjadi bijak dan meraih cita-cita yang
diinginkan.
BAB III
SIMPULAN
Pendekatan
strata norma adalah pendekatan terhadap karya sastra dengan menganalisis dengan
berbagai tahap atau lapis. Hal ini dilakukan karena karya sastra memiliki
kekhasan dan kekompleksitasan tersendiri.
Menurut beberapa
pendapat terdapat tiga lapis atau tahap dalam melakukan analisis berdasarkan
strata norma.
1.
Lapis norma pertama
adalah lapis bunyi.
2.
Lapis norma kedua
adalah lapis arti.
3.
Lapis norma ketiga
adalah lapis unsur intrinsik dan ekstrinsik puisi.
Dalam puisi Di Dalam Dada tersebut terdapat makna yang disampaikan
pengarang, yaitu untuk mencapai sesuatu yang diinginkan manusia perlu berusaha.
Kadang dalam menjalani kehidupan manusia mengalami rasa khawatir karena takut
jika usaha yang dilakukannya berakhir dengan kegagalan. Tetapi jika manusia mau
berusaha, dan mengambil pelajaran dari kegagalan manusia bisa menjadi bijak dan
meraih cita-cita yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Sastrowardoyo,
Subagio. 1982. Hari dan Hara Dua Kunpulan
Sajak. Jakarta: Balai Pustaka.
Situmorang,
B.P. 1980. Puisi dan Metodologi
Pengajarannya. Flores: Nusa Indah.
Komentar
Posting Komentar